2018/08/23

Tempat Paling Indah di Tubuhmu

Tulisan ini hanya caraku mengagumi, satu perempuan berbalut ribuan puisi
bertabur hal-hal yang mudah dituliskan
Karena kau ialah abjad-abjad yang rela tenggelam dalam air mata

Ketika aku mengingatmu
hal pertama ialah mata, sayu
teduh, sanggup meruntuhkan segala ragu
Kau pernah bertanya,
"Mengapa mata? Bukankah ia banyak menyimpan kesedihan?"
Kekasih, bukankah kesedihan ada agar kita tahu arti mencintai,
lalu belajar bagaimana cara menghargai?

Kesedihan hanyalah tentang kehilangan yang dibiarkan mekar
ia bisa saja tetap kuncup jika tak dihujani air mata
Saat matamu tak sanggup bicara
kutemukan lagi alasan mengapa aku mengagumimu
Bibir... Ya, pada bibirmu, aku seperti pertapa yang mencandu wangi aroma dupa
darinya, selalu mengucap rindu yang aku rindukan
"Rindu katamu?"
"Bukankah kau pernah mengatakan: rindu seperti juga cinta, belati bermata dua,
bagaimanapun caramu merindu, sakit juga yang kautemu?"
Aku tahu, karenanya aku memilih untuk menikmati salah satu matanya bermain-main dengan urat leherku.
Sebab aku mengerti, rindu acap kali terasa semakin membentak
tiap kali jarum jam menyadarkan; kau terpisah jutaan lengan jarak.

Ah... Jarak. Selalu saja menjadi aktor pengganggu para pecinta
Tapi kita kerap keluar sebagai pemenang, bukan?
dengan berbagi peluh ialah cara kita merayakan
Masih kuingat bagaimana aroma tengkukmu saat itu
wangi air atar yang berpadu keringat ketika dada kita saling beradu
Juga rambutmu yang kau biarkan terurai
seperti ombak yang berulang kali membawa maut
dengan membelainya, aku menciptakan debur-debarku sendiri

Kini..
Biar kukagumi lapang dadamu
aku yang datang membawa beribu resah
kausambut dengan rentang peluk paling tabah
Di dalamnya, nadiku menemukan jantung
dengan melepaskan berarti aku menjemput ajalku

Kaukatakan "Sayang, kau datang dengan segala resah karena perempuanmu yang dulu.
Kelak kuharap aku tak pernah jadi akar gelisahmu."

Aku mencintaimu... Ya aku mencintaimu semampuku, tak penuh
tapi menyisakan ruang untuk selalu tumbuh.

"Apakah tulisan ini bisa mengekalkan janji?"
Puisi ialah bahasa paling tulus
pun jika tidak bisa, aku yang akan membuatnya kekaldi ingatanku
seperti sajak-sajak luka yang tak digugurkan musim

Maka kekasihku...

Mendekatlah.
Perihal kekaguman, biarlah puisi ini menulis apa yang bisa kuungkap
sementara dekap, membahasakan yang tak sanggup terucap



Surabaya, 2015

Tidak ada komentar:

Posting Komentar