2014/02/08

Bahasa Peluk Untukmu

Dalam kesendirian di ujung ruang ini,
sesungguhnya aku sedang berselisih dengan hati.
Aku mencoba mengubur semua kenang
—menenggelamkan ke dalam telaga masa lalu.
Tapi hatiku, tidak

Jika kau ijinkan, Luna
aku ingin menuliskan namamu
meski dalam puisi yang miskin diksi
rima tak berirama, atau majas yang tak jelas,
karena dengan puisi, aku bebas membahasakan pelukku

Sebuah peluk yang tak sempat kubentuk
kecup kerinduan yang masih meringkuk.
pun 1000 malam yang kulalui tanpamu.

Tapi mimpi ini tak juga memudar
karena tulusnya membuatnya tetap berpijar.
Sebuah keindahan
yang bahkan lebih dari senja yang menutup cerita.

Kau tak pernah pergi dari ingatanku
—dari tubuhku; menemaniku,
yang selalu bersahabat dengan sunyi.
Serupa angin yang membahasakan sapa
dengan sentuhannya yang menggugurkan dedaunan.
Samar kudengar mereka sampaikan inginmu,
lewat ranting yang dipatahkan, satu demi satu.
Tapi waktu, tampaknya perlahan meluluh-lantakkan istana bertuliskan namamu
meruntuhkannya dengan terik, hujan, juga badai

Tapi, sayang
jika aku diijinkan untuk memilih
—di antara lupa dan ingat,
aku lebih memilih mengingatmu
Meski hatiku telah berulangkali kau remas
kau sayat, kau lukai, bahkan kau bunuh.
Dan aku lebih memilih untuk tetap mencintaimu.
Karena kau; Luna, adalah puisi bagiku.

 

Bandara Soekarno-Hatta, 18 Desember 2013 (22.13)