2014/06/24

Maaf, Perempuanku

Perempuan, sore ini aku sedang memandangi langit, sambil berharap senja tidak membawaku kembali pada luka. Aku ingat apa yang kau katakan malam itu; “Sayang, pelukmu terlalu menenangkan, aku takut tak bisa melepasmu.” Kalimat yang membuat hati semakin menumpang tindih dengan logika.

Empat tahun lalu kau pergi, meninggalkanku tanpa permisi. Melangkahkan tujuan ke pelaminan yang tampaknya indah, sebelum durinya tak jarang melukai.

Dan sore itu kau datang dengan tangis yang mengisak, lirih suaramu hampir dikalahkan gesekan daun yang berteriak. Pun sembab di mata membuatku tak bisa menolak untuk memberimu pelukan. Sedang di tempat yang lain, kekasihku sedang menanti—aku; yang menjanjikan untuk bermesraan malam ini. Karena malam ini ialah tepat satu tahun pertunanganku dengan perempuan yang kelak kupanggil istri.

Kami terlibat dalam percintaan hebat malam itu. Dalam lamunan terbesit tanya “Apa yang harus kukatakan padanya? Dia pasti marah sekali” sambil kumembelai rambut seorang perempuan yang tertidur di dadaku tanpa mengenakan apa-apa.

Menjelang siang di keesokan harinya kau tersadar dari lelap, sembab di mata tak lagi tampak. Jarum jam yang pendek sudah sampai di angka 9, dan kau bergegas—sekali lagi akan meninggalkanku di kamar ini di ujung lorong hotel ini.

“Pergilah! Dadaku bukan sekadar tempat persinggahan—tempat melupakan duka. Sebelum akhirnya kau kembali pada pelukannya.” kataku.

“Selamat tinggal.” kata-kata yang terakhir kudengar, sebelum kau membanting pintu di depanku.

2014/06/06

Aku; Membencimu Di Antara Malam Dan Larut

Aku Membencimu di Antara Malam Dan Larut

Di antara malam dan larut
sungguh aku ingin mengajakmu bercinta.
Mengulang kebiasaan lama
bertukar cerita atau kecup
Lidah kita bertautan, tubuh kita menyatu
membuat iri gigil dan angin yang hendak bersetubuh

Tapi dulu...
ketika aku membencimu
Membenci dengan cinta yang terlalu
menjadikanmu satu di antara seribu.

Jika kau tahu, bedak dan gincumu masih kusimpan
dalam laci—tempat kuletakkan semua kenang.
Anggap saja aku masih menyimpan harap
kau datang membawa rasa
—meninggalkan ragu di tempat yang paling gelap
yang tak pernah lagi kausentuh.

Di antara malam dan larut, aku membencimu

Aku membencimu karena aku tak bisa membencimu.