2015/01/31

Kepada Perempuan Pecinta Langit

Sore ini bibirku kembali dibuat tersenyum, mengingat perbincangan kita beberapa malam terakhir yang kadang tak masuk akal--terlebih tentang hati. Yang sama-sama kita tahu bahwa berbicara tentang hati memang jarang melibatkan logika.

Perihal senyum, masih kuingat saat pertama kali kita bertemu. 1 November 2014 di Malam Puisi Surabaya bertajuk Lovember. Saat itu tugasku sebagai operator di depan laptop membuatku tak bisa menghampirimu. Tangan kita tak berjabat, hanya sebuah lambaian tangan dari kejauhan yang menandakan kau juga menyadari keberadaanku--pun sebagai tanda perkenalan. Satu senyum kau lempar sebagai penghangat, sedang aku hanya diam, bibirku terjahit benang yang dirajut sempurna oleh Tuhan lewat seuntai senyum milikmu. Iya, kau terlihat cantik malam itu. Sayangnya kita tak sempat berbincang setelah acara selesai karena kau lebih dulu meninggalkan acara, sedang aku berkutat dengan peralatan yang harus kubereskan. Lalu setelahnya kita hanya bertukar pesan singkat atau mention melalui media sosial.

Pertemuan selanjutnya ialah pada 10 Januari 2015 di Malam Puisi Surabaya; Tribute to Sitor Situmorang, dan lagi-lagi aku terlibat di dalamnya. Yang berbeda; kali ini aku punya kesempatan berbincang denganmu--meski tak lama. Kau yang datang mengenakan pakaian warna biru dipadu jeans warna senada terlihat cantik. Semoga bukan hanya mataku yang mendefinisikan demikian, karena jika itu terjadi, mungkin aku menyukaimu. Hahaha.

Ah sudahlah! Jangan kau tanya bagaimana aku bisa mengingat semuanya, karena sejak aku mengenalmu sudah kuputuskan aku akan mengingat semua tentangmu. Itu saja.


Salam

PS:
~ Kujanjikan ini bukan surat terakhirku untukmu.

3 komentar:

  1. baca ini hatiku kok merasa hangat ya, tulus dan tak memaksa gitu cintanya. tenang mengikut alir. tetap nulis yaaa :D
    -ikavuje

    BalasHapus
  2. senyum terus sepanjang mbaca ini :) :) :)

    BalasHapus
  3. lg fall in yaaa hehe
    salam kenal

    BalasHapus